Jawaban:
Janji Marsekal Terauchi
Perjumpaan dengan pemimpin militer tertinggi Jepang untuk kawasan Asia Tenggara itu terjadi pada 12 Agustus 1945. Marsekal Terauchi, yang juga anak sulung Perdana Menteri Jepang Terauchi Masatake, membeberkan alasan mengapa memanggil Sukarno, Hatta, dan Radjiman ke Dalat.
Kepada Bung Karno dan kawan-kawan, Terauchi menyatakan bahwa pihaknya memang sedang di ujung tanduk. Leburnya Hiroshima dan Nagasaki, serta rentetan kekalahan di sejumlah besar Perang Asia Timur Raya menjadi pertanda kuat bahwa Jepang tak lama lagi bakal takluk.
Maka, kata Terauchi, Indonesia harus segera bersiap-siap merdeka, dan itu menjadi tugas Sukarno, Hatta, Radjiman, serta para anggota PPKI untuk mempersiapkannya. “Kapanpun bangsa Indonesia siap, kemerdekaan dinyatakan, dinyatakan" janji Terauchi.
Baca juga: Muradi Dipenggal Mati Karena Jepang Ingkar Janji
Kendati begitu, seperti diungkap AJ Sumarmo dalam Pendudukan Jepang dan Proklamasi Kemerdekaan Indonesia (1991), pemerintah Jepang menyarankan agar kemerdekaan Indonesia dinyatakan tanggal 24 Agustus 1945.
Menurut Terauchi, perlu waktu untuk melakukan berbagai persiapan sebelum proklamasi kemerdekaan diwujudkan.
Sukarno sempat bertanya, “Apakah itu boleh bekerja sekitar 25 Agustus 1945?"
"Silakan saja, terserah tuan-tuan," jawab Marsekal Terauchi.
Bung Karno dan kawan-kawan tersebut setuju dengan tawaran dari Jepang. Hatta bahkan sempat mengungkapkan perasaannya atas janji Terauchi itu.
“Sesudah berjuang sekian lama untuk mencapai Indonesia merdeka, ternyata terwujud hari ini bertepatan dengan hari ulang tahun saya, 12 Agustus,” tulis Hatta dalam Memoir (1979).
Rencana Kemerdekaan
Dalam pertemuan itu, seperti dikutip dari buku Konflik di Balik Proklamasi: BPUPKI, PPKI, dan Kemerdekaan yang ditulis St Sularto dan Dorothea Rini Yunarti, Terauchi juga menyampaikan rincian 21 anggota PPKI yang telah diatur oleh pemerintah Dai Nippon.
Terauchi menunjuk Sukarno dan Hatta masing-masing selaku ketua, wakil ketua, dan kurangi. Sedangkan Radjiman sebagai anggota bersama 18 orang lainnya termasuk, Kiai Haji Wahid Hasyim, Ki Bagus Hadikusumo, Otto Iskandardinata, Teuku Mohammad Hasan, Sam Ratulangi, I Gusti Ketut Puja, Johannes Latuharhary, Yap Tjwan Bing, dan beberapa nama lagi.